PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luasnya. Pada umumnya, tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain pohon yaitu berupa tegakan dengan ciri-ciri tertentu. Kemudian dapat diketemukan semak belukar dan lain-lain tergantung dari ekosistem yang diamati. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang termasuk bukan tegakan atau pohon namun berada di bawah tegakan atau pohon (Odum, 1993).
Biomassa merupakan ukuran yang berguna dan mudah diperoleh, tetapi tidak memberikan petunjuk dinamika populasi. Ahli-ahli ekologi tertarik pada produktivitas karena bila bobot kering suatu komunitas dapat ditentukan pada waktu tertentu dan laju perubahan bobot kering dapat diukur, data itu dapat diubah menjadi perpindahan energi melalui suatu ekosistem. Dengan menggunakan informasi ini ekosistem yang berbeda dapat dibandingkan dan efisiensi nisbi untuk perubahan penyinaran matahari menjadi bahan organik dapat dihitung (Indriyanto, 2006).
Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan suatu ekosistem, di dalam ekosisitem ini, terjadi hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan meupakan suatu lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor saling beinteraksi dan saling berpengatuh terhadap masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu respon tumbuhan terhadap faktor lingkungan dimana tumbuhan tersebut akan memberikan respon menurut batas toleransi yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut (Indriyanto, 2006).
Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Berbeda dengan hewan, tumbuhan membuat makanannya sendiri yang disebut dengan produktivitas primer yang terbagi atas produktivitas primer bersih dan produktivitas primer kotor (Heddy, dkk., 1986).
Produktivitas primer kotor adalah laju total dari fotosintesis, termasuk bahan organik yang habis digunakan di dalam respirasi selama waktu pengukuran. Hal ini dikenal juga sebagai fotosintesis total atau asimilasi total. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan selama waktu pengukuran. Jadi kata kunci dari definisi di atas adalah laju, dimana elemen waktu harus diperhatikan, yakni jumlah energi waktu yang diikat di dalam waktu tertentu (Heddy, dkk., 1986).
Mengingat besarnya peranan bahan organik dalam meningkatkan produktivitas tanah, maka perlu dicari sumber bahan organik yang berpotensi dan tersedia secara lokal. sumber bahan organik yang berpotensi sebagai penyedia unsur hara adalah bahan organik yang berkualitas tinggi yaitu memiliki C/N ratio <>Biasanya masyarakat di lahan kering memanfaatkan sumber bahan organik yang berasal dari lingkungan usaha taninya seperti sisa panen tanaman pangan ataupun sisa tanaman legum. Tetapi ketersediaan bahan organik dari sumber ini menjadi terbatas karena digunakan juga sebagai pakan ternak. Selain pemanfaatan sisa panen, kotoran ternak juga dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Namun keadaan pemeliharaan ternak yang tidak terkonsentrasi pada satu tempat menyebabkan sumber bahan ini juga menjadi terbatas dan membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk pengangkutan ke lokasi (Odum, 1993).
Tujuan
Adapun tujuan praktikum Ekologi Hutan dengan judul Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah adalah untuk mempelajari cara-cara pengukuran biomassa dan mengetahui biomassa tumbuhan bawah per satuan luas per satuan waktu untuk biomassa keseluruhan jenis atau per jenis, terutama biomassa di atas permukaan tanah.
TINJAUAN PUSTAKA
Biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup.Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut, terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidu dan tumbuh secara dinamis vegatasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik (Hamilton dan King, 1988).
Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Di sini, siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsure hara yang seperti diketahui akan diuraiakan oleh bakteri (Ewusia, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis komunitas tumbuhan diajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy, dkk., 1986).
Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian, dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kualitatif dan kuantitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
Pada ekosistem hutan alam yang kondisi vegetasinya sempurna, jumlah klorofil per satuan luas lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem lainnya, hal itu disebabkan karena keanekaragaman yang tinggi dari spesies tumbuhan penyusunnya dan stratifikasi yang kompleks menempatkan daun-daun pada setiap strata tajuk, sehingga jumlah energi radiasi matahari yang dapat diubah menjadi energi kimia pada ekosistem hutan menjadi lebih banyak (Indriyanto, 2006).
Produktivitas primer bersih mempunyai kegunaan yang sangat penting untuk memahami sebuah ekosistem karena hal itu dapat menggambarkan energi yang tersedia bagi seluruh komponen dalam rantai maupun jaring makanan. Ekosistem yang memiliki produktivitas primer yang bersih, akan menyokong organisme heterotrof yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki produktivitas primer bersih tinggi. Produktivitas komunitas bersih yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik yang tidak digunakan oleh pemakan (heterotrof) selama satu tahun atau selama musim pertumbuhan. Dengan kata lain bahwa produktivitas komunitas bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik pada penghasil-penghasil primer yang telah ditinggalkan oleh pemakan (Odum, 1993).
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif. Adapun beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi, fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai penting (summed dominance ratio), indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu komunitas. Adapun metode pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan adalah metode petak yang terbagi atas metode petak tunggal dan metode petak ganda, metode jalur, metode garis berpetak, metode kombinasi, dan metode kuadran (Setiadi, 1983).
Komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang disebabkan oleh adanya aktivitas alam maupun manusia. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya. Aktivitas tumbuhan di dalam hutan dapat bersifat merusak juga bersifat memperbaiki komunitas tumbuhan hutan. Aktivitas manusia dalam hutan yang bersifat merusak komunitas tumbuhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan, peladangan liar, penggembalaan liar, pembakaran hutan, dan perambakan dalam kawasan hutan. Adapun aktivitas manusia yang bersifat memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan hutan adalah kegiatan reiboisasi dalam rangka merehabilitasi areal kosong bekas penebangan, areal kosong bekas kebakaran, maupun reiboisasi dalam rangka pembangunan hutan tanaman industri (Soemarwoto, 1983).
Kecepatan perkecambahan biji tumbuhan dan pertumbuhan anakan (seedling) merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan spesies tumbuhan tertentu untuk dapat menghadapi dan menanggulangi persaingan yang terjadi. Di bawah tanah, tetumbuhan bersaing terhadap perebutan air, udara, dan unsur hara sebagai komponen yang esensial. Kemampuan tumbuhan untuk bersaing sangat bergantung pada kecepatan pertumbuhan akarnya. Kecepatan pertumbuhan akar bergantung pada kemampuan fotosintesis, hal itu berarti tidak mungkin dipisahkan antara faktor di atas dan di bawah tanah dalam persaingan tumbuh-tumbuhan. Ketidakmampuan tumbuhan untuk bersaing terhadap unsur hara, udara, dan air yang ada di dalam tanah berakibat dalam pengurangan pertumbuhan pucuk (tunas). Sebaliknya, kemampuan yang besar dari suatu tumbuhan untuk bersaing terhadap unsur hara, udara, dan air yang ada di dalam tanah berakibat pertumbuhan pucuk menjadi bagus (Resosoedarmo, dkk., 1986).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum Ekologi Hutan dengan judul Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah pada hari Senin, 16 Februari 2009 pukul 14.00 WIB sampai selesai di Hutan Tri Darma Universitas Sumatera Utara Medan.
Alat dan Bahan Praktikum
Adapun alat yang digunakan adalah:
Patok berfungsi sebagai penanda tiap petak ukur
Label berfungsi sebagai pemberi nama untuk spesies tumbuhan yang akan diamati.
Gunting berfungsi untuk memotong
Timbangan berfungsi untuk menimbang berat suatu bagian tumbuhan.
Tali rafia berfungsi mengikat patok yang sudah ditandai.
Alat tulis berfungsi untuk menulis hasil.
Golok berfungsi untuk memotong
Kantong koran berfungsi untuk menyimpan spesies yang akan dioven
Oven berfungsi untuk mengoven bagian-bagian tumbuhan yang akan ditimbang.
Adapun bahan yang digunakan adalah:
Ekosistem hutan Tri Darma USU
Ekosistem padang rumput
Prosedur Praktikum
Dibuat patok bujur sangkar dengan ukuran 1x1 m di dua tempat sebagai petak ukur, yaitu padang rumput dan semak belukar atau di bawah tegakan hutan.
Dibatasi petak tersebut dengan tali rafia dan pada setiap sudutnya di beri patok.
Dibuang semua tumbuhan yang terdapat pada petak ukur tersebut dengan cara memotong tepat di atas permukaan tanah.
Diukur intensitas cahaya di masing-masing petak ukur.
Dibiarkan petak ukur yang sudah dibersihkan tersebut selama 2 bulan.
Setelah 2 bulan, diidentifikasi semua tumbuhan yang tumbuh di dalam petak ukur dan kemudian semua tumbuhan yang tumbuh tersebut di potong tepat di atas permukaan tanah.
Dipisahkan bagian batang, cabang dan daun per jenis tumbuhan.
Dimasukkan ke dalam kantong koran ukuran 2 kg bagian batang, cabang, dan daun per jenis per petak dan berikan label jenis rumput dan lokasi pengukuran
Dikeringkan dengan oven pada suhu 105±2o C selama 24 jam, kemudian ditimbang.
Analisis data
Dihitung biomassa per satuan luas per satuan waktu untuk:
Rata-rata per jenis:
Batang
Cabang
Total
Daun
Rata-rata seluruh jenis:
Batang
Cabang
Total
Daun
Dibuat grafik histogram hubungan antara biomassa batang, cabang, daun, dan total tumbuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
A. Sebelum diovenkan
1. Ekosistem Hutan
Jenis | Berat Batang (gr) | Berat Daun (gr) | Berat Total (gr) |
Pakis kadal
(Cyclosorus aridus) | 18,50 | 27,50 | 45,00 |
Rata-rata per jenis : 22,50 gr
Rata-rata total : 22,50 gr
2. Ekosistem Padang Rumput
Jenis | Berat Batang (gr) | Berat Daun (gr) | Berat Total (gr) |
Rumput teki
(Cyperus rotundus) | 1,50 | 9,00 | 10,50 |
Rumput pait (Axonopus compressus) | 1,50 | 3,00 | 4,50 |
Maman (Cleome rutidosperma) | 1,00 | 2,00 | 3,00 |
Total | 4,00 | 14,00 | 18,00 |
Rata-rata Rumput teki (Cyperus rotundus) : 5.25 gr
Rata-rata Rumput pait (Axonopus compressus) : 2,25 gr
Rata-rata Maman (Cleome rutidosperma) : 1,50 gr
Rata-rata total : 6,00 gr
B. Setelah diovenkan:
1. Ekosistem Hutan
Jenis | Berat Batang (gr) | Berat Daun (gr) | Berat Total (gr) |
Pakis haji | 2,50 | 1,25 | 3,75 |
Rata-rata per jenis : 1,875 gr
Rata-rata total : 1,875 gr
2. Ekosistem Padang Rumput
Jenis | Berat Batang (gr) | Berat Daun (gr) | Berat Total (gr) |
Rumput teki (Cyperus rotundus) | 0,00 | 0,40 | 0,40 |
Rumput pait (Axonopus compressus) | 0,10 | 0,00 | 0,10 |
Maman (Cleome rutidosperma) | 0,00 | 0,00 | 0,00 |
Total | 0,10 | 0,40 | 0,50 |
Rata-rata Rumput teki (Cyperus rotundus) : 0,20 gr
Rata-rata Rumput pait (Axonopus compressus) : 0,05 gr
Rata-rata Maman (Cleome rutidosperma) : 0,00 gr
Rata-rata total : 0,16 gr
Perhitungan
% KA = Berat awal – Berat kering oven (BKO) x 100%
Maka dihitung % KA untuk tiap-tiap spesies nya.Pembahasan
Dari hasil percobaan diketahui bahwa tumbuhan bawah yang ada pada lokasi hutan yaitu hanya terdapat satu jenis tumbuhan bawah yaitu pakis haji sedangkan pada ekosistem padang rumput terdapat 3 tiga jenis tumbuhan bawah yaitu rumput teki (Cyperus rotundus), rumput pait (Axonopus compressus), dan jenis maman (Cleome rutidosperma). Pada berbagai jenis tersebut dibuang semua tumbuhan tersebut pada petak ukur dengan cara memotongnya dari atas permukaan tanah. Kemudian dibiarkan selama 2 bulan.
Setelah 2 bulan jenis tersebut di identifikasi yaitu dengan cara memisahkan batang dan daun. Bagian-bagian tumbuhan tersebut ditimbang sebelum di oven untuk mengetahui berat basahnya. Setelah dilakukan penimbangan maka dilakukan pengovenan pada suhu 105±2o C selama 24 jam. Kemudian ditimbang untuk mengetahui berat keringnya.
Sesuai dengan hasil yang diperoleh bahwa persen kadar air yang terbanyak adalah persen kadar air dengan nilai sebesar 100 % yang terdapat pada batang rumput teki (Cyperus rotundus), batang rumput pait (Axonopus compressus), daun dan batang maman (Cleome rutidosperma). Sedangkan untuk jenis pakis haji yang terdapat di ekosistem hutan diperoleh pesen KA untuk batang sebesar 86,49% dan untuk bagian daun sebesar 95,45%.
Karakteristik dari tanah seperti tekstur, hara, dan kedalaman telah banyak dibahas sebagai komponen yang penting dalam menentukan hubungan kompetisi dan laju pertumbuhan dari tumbuhan di berbagai kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan karena tidak semua spesies memiliki kebutuhan hara yang sama untuk memproduksi sejumlah biomassa dengan ukuran yang sama. Pengaruh edafik mungkin akan tertutupi jika spesies yang tumbuh pada lingkungan miskin hara memiliki efisisensi pemanfaatan hara yang tinggi.
Berat tumbuhan bawah setelah diovenkan mengalami penyusutan yang sangat besar dimana mencapai 0,00 gram. Hal ini disebabkan karena tumbuhan bawah yang terdapat di kedua vegetasi sangat dipengaruhi oleh air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ewusia (1990) yang menyatakan bahwa tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Di sini, siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsure hara yang seperti diketahui akan diuraiakan oleh bakteri.
Menurut Soemarwoto (1983), komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang disebabkan oleh adanya aktivitas alam maupun manusia. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya. Aktivitas tumbuhan di dalam hutan dapat bersifat merusak juga bersifat memperbaiki komunitas tumbuhan hutan. Aktivitas manusia dalam hutan yang bersifat merusak komunitas tumbuhan misalnya penebangan pohon, pencurian hasil hutan, peladangan liar, penggembalaan liar, pembakaran hutan, dan perambakan dalam kawasan hutan. Adapun aktivitas manusia yang bersifat memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan hutan adalah kegiatan reiboisasi dalam rangka merehabilitasi areal kosong bekas penebangan, areal kosong bekas kebakaran, maupun reiboisasi dalam rangka pembangunan hutan tanaman industri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Biomassa merupakan ukuran yang berguna dan mudah diperoleh, tetapi tidak memberikan petunjuk dinamika populasi.
Tidak semua spesies memiliki kebutuhan hara yang sama untuk memproduksi sejumlah biomassa dengan ukuran yang sama.
Kadar air maksimal yang diperoleh adalah 100 %
Berat setelah diovenkan dapat mencapai 0,00 gram dimana timbangan yang dipakai kurang efektif.
Jenis tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan air dalam lingkungannya.
Untuk jenis pakis haji diperoleh pesen KA untuk batang sebesar 86,49% dan untuk bagian daun sebesar 95,45%.
Pada lokasi ekosistem padang rumput terdapat 3 tiga jenis tumbuhan bawah yaitu rumput teki (Cyperus rotundus), rumput pait (Axonopus compressus), dan jenis maman (Cleome rutidosperma) dan pada ekosistem hutan terdapat pakis haji
Saran
Praktikan sebaiknya sungguh-sungguh dalam mengikuti praktikum dan memahami materi dengan baik serta menjaga ketertiban agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Ewusia, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman Tanuwidjaja. Penerbit I TB. Bandung
Hamilton, L.S dan HLM. N. King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Diterjemahkan oleh Krisnawati Suryanata. UGM Press. Yogyakarta
Heddy, S., S.B Soemitro, dan S. Soekartomo. 1986. Pengantar Ekologi. Penerbit Rajawali. Jakarta
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono samingan dari buku Fundamentals Ecology. UGM Press. Yogyakarta
Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Penerbit Redmaja Rosda Karya. Bandung
Setiadi, Y. 1983. Pengertian Dasar Tentang Konsep Ekosistem. Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta
Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manejemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar