PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan kayu yang selama ini dipergunakan dalam pengelolaan hutan, dimana ada kecenderungan pemanenan tidak tepat dan kurang terkontrol. Hal ini dapat dilihat dari :
Jaringan jalan sarad dan arah rebah yang tidak direncanakan dalam peta dan saat operasi penebangan
Teknik penebangan belum tepat (takik rebah dan takik balas terlalu tinggi).
Operator chainsaw dan operator penyarad belum terkoordinasi satu sama lain tanpa menggunakan peta sebaran pohon
(Elias, 1995).
Untuk mengurangi kerusakan hutan dan kerugian ekonomi dari kegiatan operasional alat penyaradan/ traktor, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membuat perencanaan yang baik sebelum kegiatan penyaradan dilaksanakan antara lain dengan membuat rancangan jalan sarad yang dirancang sebelumnya ternyata lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan segi ekologi. Jalan sarad yang dirancang sebelumnya juga akan memudahkan para penebang untuk mengarahkan kayu yang akan ditebangnya sehingga akan lebih mudah bagi traktor untuk menyaradnya tanpa membuat manuver-manuver yang merugikan (Anonim, 1996).
Pada saat ini teknik dan teknologi untuk meminimalkan kerusakan lingkungan akibat pemanenan kayu sudah ada, yakni yang dikenal dengan penggunaan system logging yang kurang terencana, teknik operasi yang kurang tepat dan tidak terkendali mengakibatkan kerusakan yang besar pada tanah dan tegakan tinggal yang selanjutnya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan (hutan rusak, pemadatan tanah, dan terjadinya pengendapan akibat erosi tanah). Untuk meminimalkan kerusakan tersebut dilakukan dengan cara merencanakan logging yang baik dan teknik operasi yang tepat dan terkendali (Budiaman, 1996).
Reduced Impact Logging (RIL) adalah pemanenan kayu yang didasarkan pada rancangan ke depan dari tegakan yang akan dipanen yang didasari rencana yang akurat untuk digunakan dalam perencanaan dan digunakan untuk mendesain layout dari petak-petak tebang dan unit-unit inventarisasi serta digunakan untuk merencanakan operasi pemanenan kayu, seperti:
Peta sebaran pohon dan peta topografi untuk merencanakan pemanenan kayu di atas peta dan pedoman untuk penebangan dan penyaradan di dalam operasi pemanenan kayu
Peta pemanenan kayu berisi :
- Peta topografi
- Areal yang dilindungi
- Letak pohon berdiameter > 20 cm
- Letak pohon induk, pohon dilindungi dan pohon inti
- Jalan angkutan, landing dan lokasi letak jalan.
3. Pemotongan liana sebelum pemanenan kayu
4. Pelatihan para pekerja secara rutin, pengawasan, pemeriksaan dan inspeksi blok
5. Pertemuan rutin tentang prosedur dan teknik kerja
6. Upah dan premi operator penebangan dan penyarad sesuai dengan kuantita dan kualitas kerja yang telah dilakukan
(Departemen Kehutanan, 1998).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Penyaradan dan Simulasi Penebangan adalah untuk mengetahui teknik simulasi penebangan pohon.
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik penebangan RITH mengarahkan pohon-pohon yang ditebang utamanya dapat ditarik/disarad dengan mudah, aman dari resiko kerusakan pecah batang, dan mencari tempat jatuhnya pohon yang tidak banyak merusak tegakan di sekitarnya, serta posisi jatuhnya mengelompok menyebabkan luas keterbukaan menjadi sempit atau lebih kecil. Arah rebah yang baik akan memudahkan penyaradan, sehingga manuver alat sarad dapat dikurangi (Irvine, 1995).
Potensi tegakan pada petak pemanenan kayu RITH sebesar 432 pohon /ha lebih besar dari petak pemanenan kayu konvensional sebesar 408 pohon per hektar. Apabila potensi ini diasumsikan menyebar merata, maka dengan menebang 1 pohon pada petak pemanenan kayu RITH menimbulkan luas keterbukaan sebesar 1,85 % dan pohon yang rusak sebanyak 7,99 pohon /ha. Pada petak pemanenan kayu konvensional dengan luas rumpang sebesar 2,37 % dan jumlah pohon yang rusak 9,67 pohon /ha. Kerusakan tegakan tinggal ini akan menjadi besar apabila potensi tegakannya sama/sebanding., maka kerusakan di petak pemanenan kayu konvensional dari 9,67 pohon ha menjadi 10,23 pohon ha (Nugroho, 1997).
Pada dasarnya perancangan dan pembuatan jalan sarad tidak dapat dibuat berdiri sendiri tanpa menggunakan data dasar dan faktor-faktor pembatas lainnya. Data dasar yang sudah ada di lapangan harus diperhatikan dalam perancangan dan
pembuatan jalan sarad adalah :
Jaringan jalan angkutan
Informasi tegakan (posisi pohon yang akan ditebang, pohon inti mapun arah rebah pohon)
Rencana lokasi Tpn
(Budiaman, 1996).
Kondisi lahan dan lingkungan (topografi, kelerengan, jenis tanah, buffer zone di sekitar aliran sungai, lokasi pohon yang dilindungi dan lain-lain). Untuk merancang dan membuat jalan sarad yang optimal harus didasarkan peta yang menyajikan data yang akurat. Dalam hal ini digunakn tiga kategori kriteria, yaitu: peraturan di bidang pembukaan wilayah hutan (PWH), kriteria ekologi dan kriteria ekonomi, dengan penjelasan sebagai berikut :
Kriteria pertama yaitu peraturan di bidang PWH. Dala hal ini didasarkan pada system silvikultur Tebang Pilih Tanam Indoneisa (TPTI), diantaranya tidak boleh menganggu di kiri kanan sungai, harus menghindari pohon- pohon yang dilindungi, harus menghindari kerusakan pohon inti, tidak merusak tegakan benih, daerah yang berpotensi terjadi erosi tidak boleh dilewati alat berat untuk penebangan hutan dan lain-lain.
Kriteria ekologi, antara lain arah rebah pohon, menghindari lereng yang terlalu terjal dan lain-lain.
Kriteria ekonomi, contohnya: bagaimana mengurangi panjang jalan sarad dan kerapatannya, menghindari hambatan-hambatan di lapangan, penentuan lokasi tempat pengumpulan kayu, penggabungan rancangan jalan sarad ke tempat pengumpulan kayu
(Sagala, 1994).
Perancangan jalan sarad di atas peta:
Dalam tahap ini data yang memuat secara akurat posisi pohon yang akan ditebang, pohon inti, pohon yang dilindungi, peta topografi, peta jaringan jalan dan informasi lingkungan yang ada.
Semua informasi yang ada tersebut dijadikan satu ke dalam satu peta kerja
dengan menggunakan skala 1 : 1000 atau 1:2000.
Prinsip yang digunakan adalah : dari semua alternatif yang ada dipilih salah satu alternatif dimana rancangan jalan sarad dapat dibuat sependek mungkin, dapat menjangkau semua posisi pohon yang akan ditebang dan menghindari tegakan yang tidak ditebang serta menghindari penghalang yang ada.
Ditentukan titik pertemuan antara muara rancangan jalan sarad dengan jalan angkutan dan dekat dengan TPN dan titik pertemuan ini ditandai posisinya.
Kemudian ditarik draft rancangan jalan sarad yang menuju ke lokasi dimana banyak pohon yang akan ditebang dengan mengikuti pembatas-pembatas yang disebutkan di atas.
Draft rancangan jalan sarad yang dibuat harus dihitung panjangnya berdasarkan skala yang digunakan, hal ini untuk memperhitungkan kemampuan dari alat berat yang digunakan.
Pekerjaan yang menggambarkan draft rancangan jalan sarad di atas peta tersebut dilakukan dalam suatu petak tebangan dan teap akan memperhitungkan kemungkian penyambungan draft rancangan jalan sarad di petak sebelahnya
(Anonim, 1996).
Penandaan jalan sarad di lapangan:
Untuk penandaan ini diperlukan patok dan cat yang berwarna menyolok untuk menandai trace jalan sarad di lapangan.
Jumlah personil yang diperlukan 2 atau 3 orang per regi, satu orang membawa peta yang berisi rancangan jalan sarad sekaligus sebagai penentu posisi trace jalan sarad, satu orang membuat tenda trace jalan sarad dengan patok dan cat, dan satu orang lagi sebagai tambahan yang bertugas untuk menentukan pohon-pohon yang dapat dicover oleh jalan sarad yang dibuat.
Sesuai dengan peta yang berisi draft rancangan jalan srad, maka yang pertama kali dibuat adalah titik pertemuan muara jalan sarad dengan jalan angkutan yang ada, kemudian diberik tanda patok yang dicat untuk menunjukkan ke arah mana trace jalan sarad berlanjut. Akhir/ujung jalan sarad perlu diberi tanda khusus untuk memudahkan operator traktor yang akan membuka trace jalan sarad.
Sesuai dengan draft jalan sarad yang terdapat di dalam peta, masing-masing trace jalan sarad ditandai sendiri-sendiri.
Penandaan trace jalan sarad dibuat beberapa saat sebelum kegiatan penebangan dilaksanakan
(Budiaman, 1996).
Pembukaan jalan sarad dilakukan oleh operator traktor dengan mengiktui tanda-tanda trace jalan sarad yang telah dibuat di lapangan sebelumnya. Pekerjaan pembukaan jalan sarad dapat dilakukan beberrpa saat sebelum kegiatan penebangan dimulain (beberapa hari atau beberapa jam). Lebar jalan sarad yang dibuka tergantung dari jenis/tipe dari traktor yang digunakan dengan tetap memperhitungkan manuver- manuver yang akan dilakukan. Jalan sarad yang telah dibuka inilah yang akan digunakan dalam kegiatan penyaradan. Operator traktor tidak perlu mencari lagi kayu-kayu yang akan disarad, karena di sekitar jalan sarad yang telah dibuka tersebut pasti terdapat kayu yang disarad. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya pelaksanaan perancangan jalan sarad di lapangan, antara lain :
Operator chainsaw dapat lebih mudah menemukan dan mencapai pohon yang akan ditebang, serta dapat mengarahkan arah rebah pohon sehingga lebih memudahkan operator traktor untuk menyarad kayu ke TPN.
Traktor dapat beropeasi lebih cepat karena tidak perlu lagi mencari kayu yang akan disarad serta penghalang di lapangan dapat dihindari sedini mungkin dan dapat diperkecil peluang tertinggalnya log di lapangan.
Dengan volume kayu yang disarad sama, operator traktor dapat lebih cepat menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian akan menghemat jam operasi traktor sehingga akan lebih dapat menghemat suku cadang.
Tegakan tinggal yang rusak karena beroperasinya traktor akan lebih kecil, sehingga limbah yang terjadi akibat penebangan juga berkurang.
Kerusakan lahan di tempat penebangan akan dapat dikurangi
(Sagala, 1994).
Efisiensi dari operasi penebangan perlu didukung terutama pembuatan jalan sarad. Dengan acuan perencaan jalan sarad yang telah direncanakan, jalan sarad utama dibuat terlebih dahulu. Alat menyarad kayu menggunakan wich. Melalui pembatasan praktek pembuatan, permukaan tanah dampak kerusakan akibat penyaradan dapat dikurangi. Dengan adanya perencanaan jalan sarad maka tegakan tinggal yang rusak karena beroperasinya traktor akan lebih kecil, sehingga limbah yang terjadiakibat penebangan juga berkurang, serta kerusakan lahan di tempat penebangan akan dapat dikurangi (Departemen Kehutanan, 1998).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun praktikum Penyaradan dan Simulasi Penebangan dilakukan pada hari Kamis, 12 November 2008 pada pukul 14.00 wib - selesai di ruang 202 dan dilanjutkan pada tanggal 19 November 2009 pukul 14.00 wib – selesai di hutan Tri Dharma Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan adalah
Buku panduan RIL sebagai pedoman
Meteran untuk mengukur diameter pohon
Cristeenmeter untuk mengukur tinggi pohon
Kamera digital untuk memotret pohon
Millimeter blok A4 untuk menggambar grafik pohon
Alat tulis untuk menulis
Adapun bahan yang digunakan adalah tegakan di hutan Tri Dharma sebagai objek praktikum.
Prosedur Praktikum
Ditentukan areal atau tempat pohon yang akan ditebang diumpamakan hutan Tri Dharma sebagai sebuah HTI
Ditentukan pohon yang akan ditebang
Ditentukan jalan saradnya dimana :
Jl. Bioteknologi sebagai jalan angkut utama
Jl. Tridharma sebagai jalan sarad
Ditentukan arah rebah
Dibuat takik rebah dan takik balasnya
Digambar dikertas millimeter blok dengan skala yang benar
Dibuat diagram profilnya
Dihitung kerusakan yang terjadi akibat jatuhnya pohon tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada grafik pohon serta penggambaran takik rebah dan takik balas terlampir di lampiran
Pembahasan
Dalam melakukan penebangan terlebih dahulu harus diperhatikan arah tebang pohon dan dampak kerusakan penebangan yang terjadi. Kalau misalnya dampak kerusakan lebih besar dari keuntungan yang diperoleh, lebih baik pohon tersebut tidak perlu di tebang. Selain itu, jalan sarad juga sangat penting diperhatikan. Jalan sarad yang dibuat diusahakan dekat dengan TPn. Dalam praktikum ini, jarak jalan sarad dengan jalan utama adalah 16,7 meter.
Dalam melakukan penebangan akan muncul kerusakan-kerusakan yang diakibatkan dari rebahnya pohon tersebut. Kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya terjadi pada waktu penebangan pohon tetapi pada waktu melakukan kegiatan penyaradan maka akan terjadi kerusakan juga. Pada praktikum ini kerusakan yang terjadi apabila pohon tersebut rebah (jatuh) kearah utara adalah rusaknya tiang tanaman mahoni, sedangkan pada waktu melakukan penyaradan maka tingkat kepadatan tanah menjadi lebih padat serta adanya tumbuhan bawah ataupun anakan-anakan di sekitarnya menjadi rusak.
Pembuatan takik rebah dilakukan agar dapat diketahui arah rebahnya sehingga dapat diprediksi arah jatuhnya pohon, hal ini dilakukan agar penebang dapat terhidar dari kecelakaan seperti tertimpa oleh pohon. Penggunaan chainsaw dalam hal ini dilakukan pada waktu pembuatan takik rebah tetapi pada pohon yang memiliki diameter yang kecil tidak diperlukan pembuatan takik rebah dan takik balas. Sehingga chainsaw yang digunakan berukuran lebih panjang dari diameter pohon tersebut.
Apabila telah diketahui arah rebahnya maka dapat dilakukan pembuatan takik rebah dan takik balas pada pohon tersebut. Pembuatan takik rebah dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan cara dibuat potongan datar sedalam 1/4-1/3 dari diameter pohon pada ketinggian 30 cm dari permukaan tanah. Dalam praktikum ini diperoleh panjang potongan datar 9,5 cm dengan diameter 45 cm. Setelah itu, dibuat potongan miring dengan sudut 450 terhadap potongan datar. Apabila pembuatan takik rebah telah dilakukan maka dibuat takik balasnya, pembuatan takik balas dilakukan dengan membuat potongan datar dari belakang takik rebah setinggi 5 cm dari potongan takik rebah. Dalam praktikum ini didapat panjang takik balas adalah 25,5 cm cm. Dari takik balas, akan diperoleh engsel setebal 1/10-1/6 dari diameter pohon yaitu 4,5, lalu kemudian pohon dapat ditumbangkan.
Sebelum melakukan pemanenan kayu terlebih dahulu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan ditebang. Pohon yang telah ditandai pada praktikum ini berada pada jalur 3 dengan nomor pohon adalah 13. Penebangan merupakan kegiatan yang meliputi pemotongan pohon dari tunggaknya hingga pohon tersebut dapat dipindahkan ke tempat pengolahannya. Kegiatan penebangan akan dapat berlangsung dengan baik apabila telah diketahui arah rebah dan arah penyaradan sehingga dapat meminimalkan tingkat kerusakan hutan baik keadaan tanahnya ataupun anakan-anakan pohon lainnya.
Dalam praktikum pemanenan ini, simulasi kegiatan penebangan juga meliputi perencanaan (penentuan) arah rebah yang dilakukan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan keamanan kepada penebang pada waktu melakukan penebangan.
Arah rebah yang didapat mengarah kea rah utara, hal ini dikarenakan keadaan tajuk pada pohon yang telah ditandai lebih condong mengarah kearah utara. Dalam penentuan arah rebah tersebut terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah keadaan pohon yang akan ditebang yaitu pohon dalam kondisi normal atau miring, kondisi lapangan di sekitar pohon maksudnya adalah tumbuhan yang hidup disekitar pohon dan keadaan cuaca pada saat melakukan penebangan.
Alat yang digunakan dalam melakukan penebangan adalah chainsaw yaitu suatu gergaji rantai yang digunakan untuk dapat memotong pohon. Chainsaw tersebut digunakan untuk dapat membuat takik rebah dan takik balas pada pohon yang akan ditebang, ataupun dapat digunakan untuk memotong bagian-bagian kayu lainnya seperti kegiatan pembersihan cabang ataupun pembagian batang. Penebang biasanya meliputi operator dan asisten dalam melakukan penebangan (berjumlah 2 orang). Sebelum melakukan penebangan, seorang penebang harus memakai perlengkapan penebangan agar dapat menjaga keselamatan penebang biasanya meliputi helm pengaman, sarung tangan, celana panjang, sepatu lapangan, dll.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam penebangan arah rebah perlu ditentukan agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan dalam kegiatan penebangan
Dalam praktikum ini, jarak jalan sarad dengan jalan utama adalah 16,7 meter.
Pembuatan takik rebah dilakukan agar dapat diketahui arah rebahnya sehingga dapat diprediksi arah jatuhnya pohon dan kedalam takik adalah 15 cm.
Pada waktu pemanenan kayu, sebelumnya terlebih dahulu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan ditebang
Alat yang digunakan dalam penebangan pohon adalah chainsaw yaitu suatu gergaji rantai yang digunakan untuk dapat memotong pohon
Beberapa faktor yang sangat harus diperhatikan adalah keadaan pohon yang akan ditebang, kondisi lapangan di sekitar pohon dan keadaan cuaca pada saat melakukan penebangan.
Saran
Sebelum melakukan kegiatan penebangan terlebih dahulu dilakukan perencanaan terhadap kegiatan pemanenan kayu sehingga dapat memberikan gambaran terhadap jadwal kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996. Laporan Teknis penentuan Kelas kesesuaian Lahan Hutan. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.
Budiaman, A. 1996. Dasar-dasar Teknis Pemanenan Kayu Untuk Program Pendidikan Pelaksanaan Pemanenan Kayu. IPB Press. Bogor.
Departemen Kehutanan. 1998. Manual Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Elias. 1995. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Irvine, W. 1995. Penyigian untuk Konstruksi. Edisi ke-2. ITB. Bandung.
Nugroho, B. 1997. Perencanaan Pemanenan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sagala, P. 1994. Mengelola Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar